Rabu, 12 Februari 2014

KRIMINALITAS AKIBAT KURANGNYA TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat (Zastrow, 2000). Kriminalitas bukanlah sebuah istilah yang asing lagi, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Semakin meningkatnya praktik kriminalitas disusul dengan semakin maraknya pemberitaan terhadap proses kriminalitas, baik melalui media elektronik hingga persepsi-persepsi dari kalangan masyarakat menjadikannya sebagai suatu topik yang seakan-akan tidak pernah habis dan bosan untuk dibahas, begitu pula dengan para pelaku kriminalitas justru semakin bertambah dengan berbagai macam pola dan model kejahatan yang dilakukan. Kriminalitas merupakan salah satu bentuk penyakit sosial yang memang sulit untuk diatasi, sebab kriminalitas bukanlah suatu hal yang pasti, bisa terjadi pada siapapun dengan usia yang tidak tertentu pula. Terkadang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar hingga karena dipaksa oleh suatu situasi dan kondisi tertentu. Pengangguran yang timbul akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan turut menjadi salah satu faktor penyumbang munculnya kriminalitas. Sebagian besar kasus kriminalitas bermula dari persoalan ekonomi yang menerpa kalangan tidak mampu. Dan mereka tidak ada pelatihan yang membuat mereka menjadi lebih bermanfaat dibanding mereka melakukan tindak kejahatan. Tindakan kriminal hampir 60% pelaku kejahatan adalah mereka yang belum mempunyai kejahatan. Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan memaparkan masalah mengenai kejahatan yang ditimbulkan sebagai akibat dari rendahnya kesejahteraan sosial masyarakat. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut. a. Apa pengertian dari kesejahteraan sosial? b. Apa tujuan kesejahteraan sosial? c. Siapa saja sasaran kesejahteraan sosial? d. Apa usaha kesejahteraan sosial itu? e. Bagaimana caranya pemberdayaan kesejahteraan sosial? f. Apa dorongan kesejahteraan sosial dan kemanusian? g. Apa saja indikator kesejahteraan sosial? h. Pengertian kriminalitas/kejahatan? i. Apa faktor penyebab terjadinya kriminalitas? j. Apa saja jenis kriminalitas itu? k. Apa saja dampak kriminalitas yang akan muncul? l. Bagaimana cara penanggulangan terhadap kriminalitas? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut. a. Untuk mengetahui pengertian dari kesejahteraan sosial. b. Untuk mengetahui tujuan kesejahteraan sosial. c. Untuk mengetahui sasaran kesejahteraan sosial. d. Untuk mengetahhui usaha kesejahteraan sosial. e. Untuk mengetahui cara pemberdayaan kesejahteraan sosial. f. Untuk mengetahui dorongan kesejahteraan sosial dan kemanusian. g. Untuk mengetahui indikator kesejahteraan sosial. h. Untuk mengetahui pengertian kriminalitas/kejahatan. i. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kriminalitas. j. Untuk mengetahui jenis kriminalitas. k. Untuk mengetahui dampak kriminalitas yang akan muncul. l. Untuk mengetahui cara penanggulangan terhadap kriminalitas. BAB II KRIMINALITAS AKIBAT KURANGNYA TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL A. Definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli Ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu: Menurut Walter A. Friedlander, 1961 dalam Pengantar Kesejahteraan Sosial oleh Drs. Syarif Muhidin, Msc. “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.” Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005). Konsep “sejahtera” menurut BKKN, dirumuskan lebih luas daripada sekedar defenisi kemakmuran ataupun kebahagiaan. Konsep “sejahtera” tidak hanya mengacu pada pemenuhan kebutuhan fisik orang ataupun keluarga. Sebagai entitas tetapi juga kebutuhan psikologisnya. Ada tiga kelompok kebutuhan yang harus terpenuhi yaitu kebutuhan dasar, kebutuhan sosial, dan kebutuhan pengembangan. Kesejahteraan sosial dalam artian sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Menurut Walter Friedlander, kesejahteraan sosial ialah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standard hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi serta sosial yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakatnya. Sementara Elizabeth Wickenden mengemukakan bahwa kesejahteraan sosial termasuk didalamnya peraturan perundangan, program, tunjangan dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjaga ketenteraman dalam masyarakat. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat dari rumusan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 1 : “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.” Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tentang latar belakang informasi mengenai konsep dan istilah yang digunakan dalam statistik Kesejahteraan Sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan masyarakat terhadap kesehatan, imunisasi, pasien rawat inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan, luas lantai, mendengarkan radio, membaca koran atau surat kabar, serta menonton televisi. Dari kelompok tersebut BPS melakukan pengelompokan menjadi lima indikator dalam pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu: 1. Kesehatan 2. Pendidikan 3. Akses menjangkau media massa 4. Perumahan 5. Gizi. B. Tujuan Kesejahteraan Sosial Berdasar Pasal 3 UU Nomor 11/2009, Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bertujuan: 1. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup. 2. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian. 3. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial. 4. Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. 5. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. 6. Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. C. Sasaran Kesejahteraan Sosial Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ini ditujukan kepada: perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat. Sedangkan yang menjadi prioritas adalah mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial: kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial, dan penyimpangan perilaku, korban bencana, dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. D. Usaha Kesejahteraan Sosial Usaha kesejahteraan sosial merupakan sebuah bentuk pelayanan kesejahteraan di bidang sosial. Dalam Undang-undang RI No. 6 Tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial disebabkan bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan mengembangkan kesejahteraan sosial (Nurdin, 1989). Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya ditujukan kepada manusia baik individu, kelompok maupun masyarakat. Dalam undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, pasal 2 dinyatakan: 1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. 2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna. 3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan,baik semasa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. 4. Anak berhak atas perlindungan terhadap yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar (Nurdin, 1989). Pernyataan tersebut di atas menegaskan bahwa anak berhak untuk mendapatkan pelayanan kesejahteraan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial anak-anak yang berkonflik dengan hukum dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat. E. Pemberdayaan Kesejahteraan Sosial Pemberdayaan sosial merupakan upaya yang diarahkan untuk mewujudkan warga negara yang mengalami masalah sosial agar mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (UU Nomor 11 2009 tentang Kesejahteraan Sosial). Pengertian ini mesti dimaknai secara arif, yaitu bahwa tujuan pemenuhan kebutuhan dasar adalah tujuan awal agar secara bertahap kehidupan yang lebih berkualitas dan kemandirian dapat dicapai. Pemberdayaan sosial secara simultan juga diarahkan agar seluruh potensi kesejahteraan sosial dapat dibangun menjadi sumber kesejahteraan sosial yang mampu berperan optimal dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemberdayaan sosial, telah ditetapkan struktur organisasi yang menjadi wadah penggerak berjalannya fungsi secara optimal, mempertimbangkan lingkup tugas yang meliputi pemberdayaan sosial keluarga, fakir miskin, dan komunitas adat terpencil (KAT) serta pendayagunaan nilai-nilai dasar kesejahteraan sosial dan kelembagaan sosial masyarakat. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Bagian Keempat Pasal 12 dan Pasal 13 telah menempatkan pemberdayaan sosial sebagai bagian integral dalam sistem kesejahteraan sosial nasional. Oleh karena itu, sangatlah proporsional jika lingkup ini dikelola secara khusus melalui satuan organisasi Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial. Lingkup tugas Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial mengurusi dua persoalan utama yaitu: 1. Kemiskinan dengan fokus penduduk miskin yang meliputi fakir miskin dan komunitas adat terpencil yang selain miskin juga mengalami keterpencilan secara geografis yang mengakibatkan ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan, kerentanan dengan fokus keluarga rentan, serta keluarga pahlawan/perintis kemerdekaan yang mengalami kerentanan, dan 2. Potensi dan sumber kesejahteraan sosial dalam pengelolaan pembangunan berbasis masyarakat (community-based) dengan fokus sumber daya manusia merupakan modal dasar mencakup tenaga kesejahteraan sosial, organisasi dan kelembagaan sosial masyarakat, jaringan kesejahteraan sosial, nilai dasar kesejahteraan sosial, yaitu keperintisan, kejuangan, kepahlawanan dan kesetiakawanan sosial. F. Dorongan Kesejahteraan Sosial dan Kemanusian Dorongan mewujudkan suatu kesejahteraan sosial, meliputi rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, dan jaminan sosial. Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. Bentuk rehabilitasi sosial meliputi motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan pengasuhan, pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan, bimbingan mental spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial, pelayanan aksesibilitas, bantuan dan asistensi sosial, bimbingan resosialisasi, bimbingan lanjut; dan/atau rujukan. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jaminan sosial dimaksudkan untuk: 1. Menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. 2. Menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya. Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Perlindungan sosial ini dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. G. Indikator Kesejahteraan Sosial 1. Jumlah dan pemerataan pendapatan Hal ini berhubungan dengan masalah ekonomi. Pendapatan berhubungan dengan lapangan kerja, kondisi usaha, dan faktor ekonomi lainnya. Penyediaan lapangan kerja mutlak dilakukan oleh semua pihak agar masyarakat memiliki pendapat tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa itu semua, mustahil manusia dapat mencapai kesejahteraan. Tanda-tanda masih belum sejahteranya suatu kehidupan masyarakat adalah jumlah dan sebaran pendapatan yang mereka terima. Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha diperlukan agar masyarakat mampu memutar roda perekonomian yang pada akhirnya mampu meningkatkan jumlah pendapatan yang mereka terima. Dengan pendapatan mereka ini, masyarakat dapat melakukan transaksi ekonomi. 2. Pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau Pengertian mudah disini dalam arti jarak dan nilai yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Pendidikan yang mudah dan murah merupakan impian semua orang. Dengan pendidikan yang murah dan mudah itu, semua orang dapat dengan mudah mengakses pendidikan setinggi-tingginya. Dengan pendidikan yang tinggi itu, kualitas sumberdaya manusianya semakin meningkat. Dengan demikian kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin terbuka. Berkat kualitas sumberdaya manusia yang tinggi ini, lapangan kerja yang dibuka tidak lagi berbasis kekuatan otot, tetapi lebih banyak menggunakan kekuatan otak. Sekolah dibangun dengan jumlah yang banyak dan merata, disertai dengan peningkatan kualitas, serta biaya yang murah. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan tidak hanya terbuka bagi mereka yang memiliki kekuatan ekonomi, atau mereka yang tergolong cerdas saja. Tapi, semua orang diharuskan untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Sementara itu, sekolah juga mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Pendidikan disini, baik yang bersifat formal maupun non formal. Kedua jalur pendidikan ini memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dari pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Angka melek huruf menjadi semakin tinggi, karena masyarakatnya mampu menjangkau pendidikan dengan biaya murah. Kesejahteraan manusia dapat dilihat dari kemampuan mereka untuk mengakses pendidikan. Serta mampu menggunakan pendidikan itu untuk memenuhi atau mendapatkan kebutuhan hidupnya sehari-hari. 3. Kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata Kesehatan merupakan faktor untuk mendapatkan pendapatan dan pendidikan. Karena itu, faktor kesehatan ini harus ditempatkan sebagai hal yang utama dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat yang sakit akan sulit memperjuangkan kesejahteraan dirinya. Jumlah dan jenis pelayanan kesehatan harus sangat banyak. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Setiap saat mereka dapat mengakses layanan kesehatan yang murah dan berkualitas. Lagi-lagi, ini merupakan kewajiban pemerintah yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Apabila masih banyak keluhan masyarakat tentang layanan kesehatan, maka itu pertanda bahwa suatu Negara masih belum mampu mencapai taraf kesejahteraan yang diinginkan oleh rakyatnya. Inilah tiga indikator tentang kesejahteraan rakyat. Inidikator ini akan menjadi faktor penentu dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh semua pihak dalam mencapai kesejahteraan. Ketiga hal ini diyakini merupakan puncak dari gunung es kesejahteraan yang didambakan oleh semua orang. H. Pengertian Kriminalitas/Kejahatan Crime atau kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya. Lalu krimonologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, Kartono (1999: 122). Definisi kejahatan secara yuridis adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, a-sosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Di dalam KUHP jelas tercantum bahwa “kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP”. Missal pembunuhan pasal memenuhi 338 KUHP, mencuri memenuhi pasal 362 KUHP, penganiayaan memenuhi pasal 351 KUHP. Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis, dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang tercantum maupun yang belum tercantum pada undang-undang pidana). I. Faktor Penyebab Kriminalitas Ada berbagai macam pandangan teoritis yang berkenaan dengan sebab-sebab kejahatan yang berhubungan langsung dengan masalah pengaruh perubahan ekonomi terhadap perilaku jahat. Teori ini mencakup kemerosotan ekonomi, kemunduran komparatif dalam keadaan sosial ekonomi sebagai akibat tersebarnya sebagian besar keuntungan ekonomi sebagian besar penduduk, mengingkatnya perbuatan pelanggaran sebagai akibat berkurangnya kesempatan didalam sektor-sektor formal ekonomi serta urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang secara potensial menimbulkan integrasi masyarakat yang lebih miskin. Hubungan antara perubahan ekonomi dan perilaku jahat, sebagaimana ditunjukkan oleh teori-teori tersebut di atas, sebagaimana ditunjukkan oleh teori-teori tersebut di atas, adalah sebagai berikut: 1. Kemerosotan ekonomi Kemerosotan ekonomi pada hakikatnya adalah keadaan menurunnya tingkat pendapatan nasional dan lapangan kerja. Model “rasionalitas ekonomi” membuktikan bahwa tindakan melawan hukum menggambarkan seranngkaian industri yang muncul pada saat industri sosial lainnya menurun. Rangkaian industri gelap ini kemudian dianggap mengembang atau menciut dalam arah yang berlawanan dengan perkembangan dan penciutan ekonomi pada umumnya. 2. Kemunduran komparatif status sosio-ekonomi sebagai akibat keuntungan yang lebih besar dalam status seperti itu yang diperoleh oleh sebagian besar penduduk Didalam kemerosotan ekonomi, banyak orang yang tidak mempunyai kesempatan untuk mencapai cita-cita sosialnya, dalam keadaan seperti ini mereka kemudian menjadi calon-calon “pembaharu”. Dalam waktu yang sama, laju pembaharuan akan meningkat sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang cepat secara komparatif ataupun dalam skala luas. Hal ini menyebabkan sebagian besar penduduk menjadi tidak mampu berperan dalam pertumbuhan itu, karena langkanya pendidikan yang diperlukan atau karena sulitnya memperoleh keterampilan kerja yang tepat untuk berintegrasi ke dalam sistem ekonomi tersebut. 3. Peningkatan tindakan pelanggaran sebagai akibat menurunnya kesempatan pada sektor-sektor formal ekonomi Cloward dan Ohlin menyatakan bahwa pelanggaran terjadi sebagai akibat tiadanya kesempatan ekonomi di dalam industri yang sah, dan tiadanya kesempatan di dalam industri tidak resmi yang terorganisasikan. Hubungannya dengan keadaan ekonomi adalah berbanding lurus. Didalam masa kemerosotan ekonomi, lapangan kerja dan pendapatan resmi akan banyak berkurang, yang akan menyebabkan adanya kecenderungan ke arah perliaku jahat. Tindakan jahat yang terorganisasikan dengan baik (khususnya seperti pelacuran, perjudian, lalu-lintas obat terlarang, dan kegiatan pasar gelap umumnya) tidak terbuka bagi calon pendatang baru, baik karena jalan menuju ke sana sangat terawasi (mereka telah ada sebelum kemerosotan ekonomi itu) ataupun karena meningkatnya persaingan meenuju pasar gelap tenaga kerja tersebut. 4. Urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi Bidang urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi mungkin salah satu sumber utama bagi perkembangan teori ilmu-ilmu sosial. Mulai dari karya Tonnies, Durkheim, Woth, dan lain-lain, telah berkembang suatu anggapan kuat bahwa proses urbanisasi mengandung unsur-unsur disintegrasi dan penyakit sosial. Dasar pemikirannya adalah bahwa simpul-simpul yang secara tradisional mengikat unsur-unsur masyarakat, yaitu simpul yang berhubungan dengan keluarga, warna kulit, dan kesukuan, secara perlahan kehilangan artinya ketika masyarakat berubah menjadi masyarakat industri dan dasar kekuasaan berpindah dari keluarga kepad amereka yang berdekatan dengan ekonomi politik nasional. Didalam transformasi poitik ini, indikator utama kedudukan sosial bergeser dari indikator yang semula didasarkan pada hubungan kekeluargaan dalam struktur sosial, menjadi indikator yang didasarkan pada prestasi ekonomi didalam sektor industri. Dengan demikian, prestasi di bidang ekonomi itu sendiri semakin lama akhirnya menjadi cermin pengertian nilai-nilai sosial di dalam masyarakat. Akibat lainnya, sumber-sumber integrasi masyarakat yang didasarkan pada ikatan keluarga dan kesuskuan, diganti berdasarkan ikatan saling hubungan ekonomis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang, terdapat suatu peningkatan secara perlahan kadar ketergantungan integrasi sosial pada fungsi ekonomi dari masyarakat. Unsur lain yang penting dari urbanisasi dan pembangunan ekonomi, yang bersifat mempermudah mengendornya pengaruh ikatan etnik, ialah unsur kebhinekaan penduduk. Didalam keadaan pembangunan ekonomi kota (perkotaan), lokasi industri menarik penduduk berbagai macam etnis dari beberapa daerah sekitarnya menjadi golongan pekerja yang didasarkan pada jenis industri dan pekerjaan saja. Dengan demikian, di dalam wilayah ekonomi yang sama, akan dijumpai kelompok dengan berbagai latar belakang berbeda-beda melakukan pekerjaan yang sama serta menggunakan barang dan jasa yang sama yang disediakan melalui jaringan kota. Didalam kebhinekaan peduduk ini, timbul adanya kemajemukan sub kultur dengan segudang sistem nilai dan norma yang sering bertentangan. Kemajuan suku budaya itu secara logis membawa kepada kenisbian moral pada sebagian besar penduduk kota. Kekaburan yang timbul dalam nilai-nilai moral yang menyangkut tindakan dan cita-cita yang tepat, secara teoritis, sebaliknya akan membawa kepada penerimaan dan penerapan perilaku yang dahulu dianggap tidak bermoral. (M. Harvey Brenner, 1986: 2-7) Adapun penyebab lain yang bisa menyebabkan perilaku kriminal adalah: 2. Biologis Secara beiologis, kriminalitas disebabkan oleh Genotype dan Phenotype. Stephen Hurwitz (1986:36) menyatakan perbedaan antara kedua tipe tersebut bahwa Genotype ialah warisan sesungguhnya, Phenotype ialah pembawaan yang berkembang. Perbedaan antara genotype dan phenotype bukanlah hanya disebabkan karena hukum biologi mengenai keturunan saja. Sekalipun sutu gen tunggal diwariskan dengan cara demikian hingga nampak keluar, namun masih mungkin adanya gen tersebut tidak dirasakan. Perkembangan suatu gen tunggal adakalanya tergantung dari lain-lain gen, teristimewanya bagi sifat-sifat mental. Disamping itu, nampaknya keluar sesuatu gen, tergantung pula dari pengaruh-pengaruh luar terhadap organisme yang telah atau belum lahir. Apa yang diteruskan seseorang sebagai pewarisan kepada generasi yang berikutnya semata-mata tergantung dari genotype. Apa yang tampaknya keluar olehnya, adalah phenotype yaitu hasil dari pembawaan yang diwaris dari orang tuanya dengan pengaruh-pengaruh dari luar. a. Pembawaan dan Kepribadian Berdasarkan peristilahan teori keturunan, pembawaan berarti potensi yang diwariskan saja, dan kepribadian berarti propensity/bakat-bakat yang dikembangkan. Kinberg (dalam Stephen Hurwitz, 1986:36) menyatakan: Individuality – factor I – bukan fenomena/gejala endogenuous yang datang dari dalam semata-mata, tapi hasil dari pembawaan dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dan membentuk pembawaan sepanjang masa. b. Pembawaan dan Lingkungan Menurut istilah, pembawaan dan lingkungan merujuk kepaa pembawaan yang dikembangkan. Mahzab lingkungan pada mulanya hanya memperhatikan komponen-komponen di bidang ekonomi, akan tetapi konsepsi itu meliputi seluruh komponen baik yang materiil maupun yang spiritual. Lingkungan merupakan faktor yang potensial yaitu mengandung suatu kemungkinan untuk memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak criminal tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara). Faktor-faktor pembawaan dan lingkungan selalu saling mempengaruhi timbal balik, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Lingkungan yang terdahulu, karena pengaruhnya yang terus menerus terhadap pembawaan, mengakibatkanterwujudnya sesuatu kepribadian dan sebaliknya factor lingkungan tergantung dari factor-faktor pembawaan. Oleh karena: • Lingkungan seseorang ini dalam batas-batas tertentu ditentukan oleh pikirannya sendiri. • Orangnya dapat banyak mempengaruhi dan mengubah faktor-faktor lingkungan ini. 3. Sosiologis Secara sosiologis, ada hubungan timbal-balik antara faktor-faktor umum sosial politik-ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Stephen Hurwitz (1986:86-102) menyatakan tinjauan yang lebih mendalam tentang interaksi ini, antara lain yaitu: a. Faktor-faktor ekonomi 1) Sistem ekonomi Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan. 2) Harga-harga, Perubahan Harga Pasar, Krisis (Prices, market fluctuations, crisis) Ada anggapan umum, bahwa ada suatu hubungan langsung antara keadaan-keadaan ekonomi dan kriminalitas, terutama mengenai kejahatan terhadap hak milik dan pencurian (larceny). Dalam penelitian tentang harga-harga (prices) maka hasilnya menunjukkan bahwa kenaikan harga rata-rata diikuti dengan kenaikan pencurian yang seimbang. Suatu interaksi yang khas antara harga-harga barang (contoh: gandum, dan sebagainya) dari kriminalitas ternyata dan terbukti dari fakta-fakta, yaitu bahwa jumlah kebakaran yang ditimbulkan yang bersifat menipu mengenai hak milik tanah menjadi tinggi, bila harga tanah turun dan penjualannya sukar. Alasannya ialah karena keadaan-keadaan ekonomi menimbulkan suatu kepentingan khusus untuk memperoleh jumlah asuransi kebakaran untuk rumah dan pekarangan serta tanaman, (premises = rumah dan pekarangan). 3) Gaji atau Upah. Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan lain-lain gangguan ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan. Banyak buku telah menulis tentang artinya goncangan harga-harga dan upah. Juga banyak penelitian telah diadakan berdasarkan indeks-indeks kombinasi, termasuk pengangguran dan lain-lain, sehingga masalah beralih dari pengaruh turun naiknya harga, kepada goncangan harga pasar yang sangat kuat, sehubungan dengan kejahatan. Dari penelitian yang belakangan dan paling menarik perhatian ialah mengenai pengaruh dari waktu-waktu makmur (prosperity) diselingi dengan waktu-waktu kekurangan (depression) dengan kegoncangan harga-harga pasar, krisis dan lain-lain terhadap kejahatan. 4) Pengangguran Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak, mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting. 18 macam factor ekonomi yang berbeda dapat dilihat dari statistik-statistik tersebut, bekerja terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala yang tetap, pengangguran biasa dan kekhawatiran dalam hal itu, berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah faktor yang paling penting. 4. Faktor-faktor mental a. Agama Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh. Dan kepercayaan tidak boleh berubah dari sikap hidup moral keagamaan, merosot menjadi hanya suatu tata cara dan bentuk-bentuk lahiriah oleh orang dengan tasbeh di satu tangan, sedang tangan lainnya menusuk dengan pisau. Meskipun adanya faktor-faktor negatif demikian, memang merupakan fakta bahwa norma-norma etis yang secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh, membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan kriminil. b. Bacaan, Harian-harian, Film Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan demikian ialah gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian-harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat dikatakan tentang koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama kenakalan remaja akhir-akhir ini. Dan film ini oleh kebanyakan orang dianggap yang paling berbahaya. Memang disebabkan kesan-kesan yang mendalam dari apa yang dilhat dan didengar dan cara penyajiannya yang negatif. Kita harus hati-hati dalam memberikan penilaian yang mungkin berat sebelah mengenai hubungan antara bacaan, harian, film dengan kejahatan. Tentu saja ada keuntungan dan kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan, harian, dan film tersebut. J. Jenis Kriminalitas Jenis-jenis kriminalitas adalah sebagai berikut, Kartono (1999: 130-136): 1. Jenis-jenis kejahatan secara umum: a. Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya bersama-sama dengan organisasi-organisasi illegal. b. Penipuan-penipuan: permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi dan perantara-perantara “kepercayaan”, pemerasan (blackmailing), ancaman untuk memplubisir skandal dan perbuatan manipulative. c. Pencurian dan pelanggaran: perbuatan kekerasan, perkosasan, pembegalan, penjambreta/pencopetan, perampokan, pelanggaran lelu lintas, ekonomi, pajak, bea cukai, dan lain-lain. 2. Jenis kejahatan menurut cara kejahatan dilakukan: a. Menggunakan alat bantu: senjata, senapan, bahan kimia dan racun, instrument kedokteran, alat pemukul, alat jerat, dll. b. Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik saja dengan bujuk rayu atau tipuan. c. Residivis, yaitu penjahat yang berulang ke luar masuk penjara. Selalu mengulangi perbuatan jahat baik yang serup[a maupun yang berbeda bentuk kejahatannya. d. Penjahat berdarah dingin, yang melakukan kejahatan dengan pertimbangan dan persiapan yang matang. e. Penjahat kesempatan, yang melakukan kejahatan dengan menggunakan kesempatan-kesempatan kebetulan. f. Penjahat karena dorongan impuls-impuls yang timbul seketika. g. Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak sengaja, lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dan lain-lain. 3. Kejahatan menurut obyek hukum yang diserangnya: a. Kejahatan ekonomi: fraude, penggelapan, penyelundupan, perdagangan barang-barang terlarang, penyogokan dan penyuapan untuk mendapatkan monopoli-monopoli tertentu. b. Kejahatan politik dan hankam: pelanggaran ketertiban umum, pengkhianatan, penjualan rahasis-rahasia negara kepada agen-agen asing untuk kepentingan subversi, pengacauan, kejahatan terhadap keamanan negara dan kekuasaan negara, penghinaan terhadap martabat pemimpin negara, kolaborasi dengan musuh, dll. c. Kejahatan kesusilaan: pelanggaran seks, perkosaan, fitnahan. d. Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda. 4. Kejahatan berdasarkan motif atau alasan-alasannya adalah motif ekonomis, politis, dan etis atau kesusilaan. K. Dampak Kriminalitas Dampak negatif kriminalitas antara lain, Kartono (1999: 151): 1. Maraknya kejahatan memberikan efek yang mendemoralisir/merusak tatanan orde. 2. Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan di tengah masyarakat. 3. Banyak materi dan energi terbuang dengan sia-sia oleh gangguan-gangguan kriminalitas. 4. Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada sebagian besar warga masyarakatnya. 5. Adanya pemberitaan criminal menyebabkan peningkatkan kejahatan dengan mengundang peniruan oleh pembaca yang bernaluri jahat, melukai perasaan keluarga dari si penjahat atau korban kejahatan, dan menimbulkan kengerian dengan gambar-gambar yang menakutkan dan mengerikan (misalnya gambar berwarna dari peristiwa kejahatan/pembunuhan/kejahatan.) Sementara itu dampak positif munculnya kejahatan antara lain: 1. Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yang tengah diteror penjahat. 2. Munculah tanda-tanda baru, degan norma susila lebih baik, yang diharapkan mampu mengatur masyarakat dengan cara yang lebih baik dimasa mendatang. 3. Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, danmenambah kekuatan fisik lainnya untuk memberantas kejahatan. 4. Pemberitaan criminal memberi ganjaran kepada penjahat, membantu pihak pengusut kejahatan, membekuk si penjahat (pemuatan foto penjahat yang akhirnya berhasil membekuk penjahat), penjera yang mujarab untuk mencegah orang-orang berjiwa kecil/jahat melaksanakan niat jahatnya, dan pemberitaan proses peradilan dan penangkapan si penjahat, juga membantu si penjahat dari perbuatan sewenang-wenang pihak penegak hukum. L. Penanggulangan terhadap Kriminalitas Tahap-tahap penanganan kriminalitas, Soetomo (2008: 33-63): 1. Tahap identifikasi, indicator sederhana untuk tahap identifikasi adalah memanfaatkan angka-angka statistic yang tersedia bagi daerah tertentu. Pada data tersebut kita dapat mengetahui insidensi (jumlah kejadian dalam kurun waktu tertentu dalam suatu daerah), dan prevalensi (jumlah pelaku kejahatan). 2. Tahap diagnosis, yaitu mencari sifat, eskalasi dan latar belakang kriminalitas terjadi untuk membantu menentukan tindakan sebagai upaya pemecahan masalah. 3. Tahap treatment, adalah upaya pemecahan masalah yang ideal pada suatu kondis tertentu, terdiri dari: a. Usaha rehabilitatif, fokus utamanya pada kondisi pelaku kejahatan, terutama upaya untuk melakukan perubahan atau perbaikan perilakunya agar sesuai dengan standar atau norma sosial yang ada. b. Usaha preventif, focus pada pencegahan agar tindak kejahatan tidak terjadi. Dapat dilakuakan pada level individu, kelompok, maupun masyarakat, seperti 1) Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai budaya bangsa sendiri. 2) Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat. 3) Mengontrol atau memberikan arah pada proses pada proses sosialsisasi termasuk lingkungan interakasi sosial. 4) Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak. 5) Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural, seperti sekolah, pengajian dan organisasi masyarakat. 6) Untuk pengawasan kejahatan secara efektif kita memerlukan hukum yang berwibawa. Dipandang dari sudut perlindungan terhadap masyarakat, hukum yang bersifat ideal mengenai hukuman yang tidak ditentukan yang dapat diteruskan kepada semua pelanggar-pelanggar, misalkan setahun sampai seumur hidup dan yang diatur oleh komite yang tergolong ahli dalam system kepenjaraan (tahanan) akan memungkinkan penguasa-penguasa yang membawahi lembaga-lembaga untuk menangkap pelanggar-pelanggar yang berbahaya, agresif, tidak dapat diperbaiki selama jangka waktu lebih lama daripada sekarang dengan hukuman yang ditetapkan atau yang ditetapkan dengan maksimum. Usaha pencegahan adalah lebih ekonomis bila dibandingkan dengan usaha represif dan rehabilitasi. Untuk melayani jumlah orang yang lebih besar jumlahnya tidak diperlukan banyak tenaga seperti pada usaha represif dan rehabilitasi menurut perbandingan. Usaha pencegahan juga dapat dilakukan secara perorangan dan tidak selalu memerlukan keahlian seperti pada usaha represif dan rehabilitasi. Misalnya, menjaga diri jangan sampai menjadi korban kriminalitas, tidak lalai mengunci rumah/kendaraan, memasang lampu di tempat gelap dan lain-lain. Usaha pencegahan juga tidak selalu memerlukan suatu organisasi yang rumit dan birokratis yang dapat menjurus ke arah birokratisme yang menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan/wewenang, N. Widiyanti dan Y. Waskita (1987:154-155). BAB III KESIMPULAN Kesejahteraan sosial merupakan adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Adapun indikator dari kesejahteraan sosial yaitu menyangkut jumlah dan pemerataan pendapatan, pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau dan kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata. Namun, apabila indikator kesejahteraan sosial tersebut tidak terpenuhi, maka akan muncul kriminalitas atau kejahatan di masyarakat. Sedangkan upaya untuk mencegahnya yaitu dengan cara meningkatkan kesejahteraan sosial massyarakat di segala bidang, baik bidang ekonomi, pendidikan, dan sosial. Dengan diperbaikinya fasilitas pendidikan dan kesehatan serta peningkatan ekonomi masyarakat melalui program keterampilan. DAFTAR PUSTAKA Brenner, M. Harvey. 1986. Pengaruh Ekonomi Terhadap Perilaku Jahat dan Penyelenggaraan Peradilan Agama. Jakarta: CV. Rajawali. Hurwitz, Stephen. 1986. Kriminologi. Terjemahan oleh Ny. L. Moeljatno, SH.. Jakarta: PT Bina Aksara. Kartono, Kartini. 1999. Patologi Sosial. Jakarta: Raja grafindo Persada. Mustafa, Muhammad. 2007. Kriminologi. Depok: FISIP UI PRESS. hal :16. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Kriminalitas diakses pada tanggal 20 Februari 2011). N, Widiyanti dan Waskita Y. 1987. Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahannya. Jakarta: PT Bina Aksara. http://www.psychologymania.com/2012/10/usaha-kesejahteraan-sosial.html http://tunas63.wordpress.com/2011/11/03/tujuan-dan-sasaran-kesejahteraan-sosial/

1 komentar:

Inas Azmi Auliannisa
7 Oktober 2016 pukul 15.50

gabisa dibaca nih hmmm

Posting Komentar