Sabtu, 04 Mei 2013

PENURUNAN NILAI MORAL PADA REMAJA

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12-21tahun bagi wanita dan 13-22tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13tahun-17/18tahun disebut dengan remaja awal, dan usia 17/18tahun-21/22tahun disebut dengan remaja akhir.
Remaja berasal dari bahasa Latin disebut adolescence, yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Namun sesungguhnya istilah ini memiliki arti yang luas yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.
Remaja sesungguhnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja berada diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase “pencarian jati diri”. Hal ini dikarenakan remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. (Prof. Dr. Mohammad Ali & Prof. Dr. Mohammad Asrori, 2010: 9-10)
Karena dalam masa  remaja merupakan masa “pencarian jati diri”, tidak sedikit remaja saat ini meninggalkan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat karena dipengaruhi oleh berbagai hal, oleh karena itu penulis akan mencoba membahas tentang menurunnya nilai moral pada remaja saat ini.


BAB II
PENURUNAN NILAI MORAL PADA REMAJA 
Nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.
Sedangkan moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.
Sehingga nilai moral dapat diartikan sebagai suatu tatanan dimasyarakat yang dianggap benar dan mendorong untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya sebuah keharmonisan di dalam masyarakat.
Keterkaitan antara nilai dan moral terhadap peerilaku seseorang adalah bahwa nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk melakukan sesuatu dan moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari oleh seseorang. Keterkaitan keduannya pada diri seseorang adalah menentukan perilaku seseorang akan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari dalam sikap dan perilakunya sebagai perwujudan dari sistem nilai dan norma yang mendasarinya tersebut.
Masa remaja adalah masa paling sensitif dan urgen dalam kehidupan manusia. Dalam masa ini seseorang bukan lagi anak kecil dan juga belum mencapai usia baligh sepenuhnya dan sedang melewati masa krisis kehidupan yang terkadang prilaku dan perbuatan kekanak-kanakannya menimbulkan gangguan orang-orang yang lebih besar dan terkadang prilaku rasionalnya mendatangkan keheranan orang dewasa tersebut. Hal ini merupakan proses pencarian jati diri mereka yang sesungguhnya, sehingga dapat menyebabkan remaja menjadi bingung akan apa yang harus mereka lakukan.
Pada awalnya seorang anak belum memahami tentang nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungannya anak mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai, moral, dan sikap. Sehingga lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan nilai dan norma tersebut.
Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan remaja saat ini berbeda dengan remaja pada masa lalu. Pada saat ini remaja banyak dipengaruhi oleh perkembangan zaman dan iptek, sehingga terdapat perbedaan dalam perilaku yang timbul dari remaja tersebut. Contohnya seperti remaja yang terbiasa berkumpul dengan teman-temannya, kini cenderung untuk lebih bersifat individual dan sibuk dengan kehidupannya sendiri dengan handphone ataupun alat tekhnologi lainnya.
Faktor yang mempengaruhi terhadap nilai dan moral remaja adalah faktor lingkungan yang mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terjadi di keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Selain itu juga kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia didalam lingkungannya akan berpengaruh juga terhadap perkembangan nilai dan norma tersebut.
Remaja yang tumbuh dan berkembang pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang kondusif yang penuh rasa aman secara psikologis, pola ineraksi yang demokratis, penuh kasih sayang dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang berbudi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku yang terpuji.
Sedangkan apabila seorang remaja tumbuh dalam kondisi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang tidak kondusif seperti kondisi psokologis yang penuh dengan koflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang, dan kurang religius maka dikhawatirkan akan membentuk remaja yang tidak memliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap terpuji. 
Selain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan nilai moral remaja yaitu sebagai berikut:
1. Longgarnya pegangan terhadap agama
Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena pengawasan masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati orang itu akan berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu. Dan apabila dalam masyarakat itu banyak orang yang melakukuan pelanggaran moral, dengan sendirinya orang yang kurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan. Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari agama, semakin sudah memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah suasana, karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak, hukum dan nilai moral.
2.  Kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun masyarakat
Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga lembaga ini tidak berjalan menurut semestinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah tangga misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu. Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan.
Zakiah Darajat mangatakan, moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak keci. Moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya. Seperti halnya rumah tangga, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah menjadi lapangan baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik. Di samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain, supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral yang demikian itu, pendidikan agama diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang diterima di rumah tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga harus mengambil peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat yang lebih rusak moralnya perlu segera diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutkan diatas, karena tidak efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
3. Budaya yang materialistis, hedonistis dan sekularistis
Sekarang ini sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar tentang anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kotrasepsi seperti kondom dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan untuk hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala penyimpangan tersebut terjadi karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis, hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan, bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Penyaluran arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal yang semata-mata mengeruk keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan para remaja, tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus budaya yang demikian diduga termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral para remaja dan generasi muda umumnya.
4.   Belum adanya kemauan yang sungguh-sungguh dari pemerintah
Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi, sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukan kemauan yang sungguh-sunguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakin diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum adanya tanda-tanda untuk hilang. Mereka asik memperebutkan kekuasaan, mareri dan sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, dengan tidak memperhitungkan dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau mendengarkan lagi apa yang disarankan dan dianjurkan pemerintah, karena secara moral mereka sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap sebagian elit penguasa yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan sudah waktunya dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
5.    Ingin mengikuti trend
Mungkin pada awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalau sudah mencoba merokok dia juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
6.    Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian
7.   Kurangnya pendidikan Agama dan moral.
Berdasarkan faktor pendorong tersebut, berikut ini adalah beberapa fakta mengenai penurunan etika dan moral pelajar yang didapat dari berbagai sumber di masyarakat:
1.   15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah.
2.  15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya
3.   Hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun.
4.    Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau kurang.
5.Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja.
6. Berdasarkan data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu naik. Korban paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19% dari keseluruhan pengguna.
7.Jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1.150 sementara pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan.
8.Sejak Januari hingga Oktober 2009, Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya, Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun.


BAB III
PENUTUP
Solusi
Terdapat beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan dalam upaya perbaikan nilai moral pada remaja saat ini adalah sebagai berikut.
1.Berusaha menumbuhkembangkan sistem nilai, moral, dan sikap kepada anak di dalam keluarga. Cara ini melalui proses pendidikan, pengasuhan, pendampingan, perintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif lainnya, para orang tua menanamkann nilai luhur, moral, dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan.
2.Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.
3.Upaya pengembangan nilai dan moral diharapkan dapat berkembang baik di sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan diberlakukannya lagi pendidikan budi pekerti di sekolah. Penentuan kelulusan siswa, tidak hanya didasarkan pada prestasi akademik belaka melainkan harus dikaitkan pula dengan budi pekerti siswa tersebut.
Selain solusi yang telah disebutkan di atas, ada beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan dalam pribadi tiap remaja, yaitu sebagai berikut.
1. Untuk meghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan memilih teman dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral, dan perilaku seseorang.
2.Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk menyaring pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok. Orang-orang menganggap bahwa merokok meningkatkan kepercayaan diri dalam pergaulan. Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan, merokok dapat menyebabkan banyak penyakit, baik pada perokok aktif maupun pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya akan mempengaruhi dirinya sendiri, melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.
3.    Memegang teguh dan menerapkan nilai-nilai agama dengan meningkatkan iman dan takwa seperti bersyukur, bersabar, dan beramal sholeh dalam kehidupan sehari-hari.

7 komentar:

Fina luplup
20 Maret 2014 pukul 14.42

tank's udah nge share makalah ini,,,,semoga bermanfaat,,,,,

nurul
6 Februari 2015 pukul 01.10

ngeri ya baca datanya, na'udzubillah

Nonya Schäffer
9 Mei 2016 pukul 10.37

NGAWUR!!!
Agama tidak berkorelasi dg moral dan moralitas yg terbentuk karena ajaran agama tidak bersifat universal.
Belajar lagi yg benar ya nak ... ☺☺☺

Unknown
25 September 2016 pukul 17.41

tolong dong sebutkan sumber atas fakta-fakta yang disebutkan diatas. Makasih

Nonya Schäffer
27 September 2016 pukul 08.02

Untuk penulis, silahkan dibaca ya ....

http://www.livescience.com/47799-morality-religion-political-beliefs.html

http://www.vexen.co.uk/countries/best.html

http://www.forbes.com/sites/jvchamary/2015/11/05/religion-morality/2/#50f8dde2610c

Hilda Etto
20 Januari 2017 pukul 12.25

Bagus sih tapi masalahnya sumbernya tidak di ketahui dari mana

thanks !!!!

AFriendToShare
19 Februari 2017 pukul 15.31

Kepada akun Pancasila NKRI
Mengenai komentarnya pada 9 Mei 2016 jam 10.37

Untuk ilmu kita bersama, saya hendak menambahkan komentar anda mengenai agama tidak berhubungan dengan moralitas. Sebenarnya faktor agama ada di setiap sisi kehidupan. Juga dari agamalah pengetahuan mengenai kesopanan diperoleh.
Karena agama adalah faktor dan tujuan dasar kita mempelajari ilmu ilmu duniawi. Yaitu, agar kita mensyukuri dan mengakui kebesaran tuhan,(dalam agama saya Allah SWT) sehingga keimanan kita bertambah.
Mengenai kesopanan. Dengan kuatnya ilmu agama, maka kemungkinan kita terpeleset ke jalan sesat sangat kecil karena perbuatan kita akan dilindungi tuhan(Allah Swt). Amiin yaa rab.

Terimakasih. Mohon maaf jika menyinggung.
Semoga menambah ilmu.

Posting Komentar