undefined
undefined
PENURUNAN NILAI MORAL PADA REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung
antara umur 12-21tahun bagi wanita dan 13-22tahun bagi pria. Rentang usia
remaja ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13tahun-17/18tahun disebut
dengan remaja awal, dan usia 17/18tahun-21/22tahun disebut dengan remaja akhir.
Remaja berasal dari bahasa Latin disebut adolescence,
yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Namun sesungguhnya
istilah ini memiliki arti yang luas yaitu mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik.
Remaja sesungguhnya tidak mempunyai tempat yang jelas.
Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi belum juga dapat
diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja berada
diantara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal
dengan fase “pencarian jati diri”. Hal ini dikarenakan remaja masih belum mampu
menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik dan psikisnya. (Prof.
Dr. Mohammad Ali & Prof. Dr. Mohammad Asrori, 2010: 9-10)
Karena dalam masa
remaja merupakan masa “pencarian jati diri”, tidak sedikit remaja saat
ini meninggalkan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat karena dipengaruhi
oleh berbagai hal, oleh karena itu penulis akan mencoba membahas tentang
menurunnya nilai moral pada remaja saat ini.
BAB II
PENURUNAN NILAI MORAL PADA REMAJA
Nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya dan
mendorong orang untuk mewujudkannya. Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan
individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan
atau sebagai suatu yang ingin dicapai.
Sedangkan moral merupakan kaidah norma dan pranata
yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan
masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu
oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.
Sehingga nilai moral dapat diartikan sebagai suatu
tatanan dimasyarakat yang dianggap benar dan mendorong untuk mewujudkannya
dalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya sebuah keharmonisan di dalam
masyarakat.
Keterkaitan antara nilai dan moral terhadap peerilaku
seseorang adalah bahwa nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk
melakukan sesuatu dan moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau
dihindari oleh seseorang. Keterkaitan keduannya pada diri seseorang adalah
menentukan perilaku seseorang akan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
dihindari dalam sikap dan perilakunya sebagai perwujudan dari sistem nilai dan
norma yang mendasarinya tersebut.
Masa remaja adalah masa paling sensitif dan urgen
dalam kehidupan manusia. Dalam masa ini seseorang bukan lagi anak kecil dan
juga belum mencapai usia baligh sepenuhnya dan sedang melewati masa krisis
kehidupan yang terkadang prilaku dan perbuatan kekanak-kanakannya menimbulkan
gangguan orang-orang yang lebih besar dan terkadang prilaku rasionalnya
mendatangkan keheranan orang dewasa tersebut. Hal ini merupakan proses
pencarian jati diri mereka yang sesungguhnya, sehingga dapat menyebabkan remaja
menjadi bingung akan apa yang harus mereka lakukan.
Pada awalnya seorang anak belum memahami tentang
nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa yang
dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam
berinteraksi dengan lingkungannya anak mulai belajar mengenai berbagai aspek
kehidupan yang berkaitan dengan nilai, moral, dan sikap. Sehingga lingkungan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam perkembangan nilai dan norma
tersebut.
Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan remaja
saat ini berbeda dengan remaja pada masa lalu. Pada saat ini remaja banyak
dipengaruhi oleh perkembangan zaman dan iptek, sehingga terdapat perbedaan
dalam perilaku yang timbul dari remaja tersebut. Contohnya seperti remaja yang terbiasa
berkumpul dengan teman-temannya, kini cenderung untuk lebih bersifat individual
dan sibuk dengan kehidupannya sendiri dengan handphone ataupun alat tekhnologi
lainnya.
Faktor yang mempengaruhi terhadap nilai dan moral
remaja adalah faktor lingkungan yang mencakup aspek psikologis, sosial, budaya,
dan fisik kebendaan, baik yang terjadi di keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Selain itu juga kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama,
berbagai sarana rekreasi yang tersedia didalam lingkungannya akan berpengaruh
juga terhadap perkembangan nilai dan norma tersebut.
Remaja yang tumbuh dan berkembang pada lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat yang kondusif yang penuh rasa aman secara
psikologis, pola ineraksi yang demokratis, penuh kasih sayang dan religius
dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang berbudi luhur, moralitas
tinggi, serta sikap dan perilaku yang terpuji.
Sedangkan apabila seorang remaja tumbuh dalam kondisi
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang tidak kondusif seperti
kondisi psokologis yang penuh dengan koflik, pola interaksi yang tidak jelas,
pola asuh yang tidak berimbang, dan kurang religius maka dikhawatirkan akan membentuk
remaja yang tidak memliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, dan sikap
terpuji.
Selain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penurunan nilai moral remaja yaitu sebagai berikut:
1. Longgarnya
pegangan terhadap agama
Sudah menjadi tragedi dari dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat
dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai terdesak,
kepercayaan kepada Tuhan tinggal simbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan
Tuhan tidak diindahkan lagi. Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran
agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya. Dengan
demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah
masyarakat dengan hukum dan peraturanya. Namun biasanya pengawasan masyarakat
itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri. Karena pengawasan
masyarakat itu datang dari luar, jika orang luar tidak tahu, atau tidak ada
orang yang disangka akan mengetahuinya, maka dengan senang hati orang itu akan
berani melanggar peraturan-peraturan dan hukum-hukum sosial itu. Dan apabila dalam
masyarakat itu banyak orang yang melakukuan pelanggaran moral, dengan
sendirinya orang yang kurang iman tadi tidak akan mudah pula meniru melakukan
pelanggaran-pelanggaran yang sama. Tetapi jika setiap orang teguh keyakinannya
kepada Tuhan serta menjalankan agama dengan sungguh-sungguh, tidak perlu lagi
adanya pengawasan yang ketat, karena setiap orang sudah dapat menjaga dirinya
sendiri, tidak mau melanggar hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Tuhan.
Sebaliknya dengan semakin jauhnya masyarakat dari agama, semakin sudah
memelihara moral orang dalam masyarakat itu, dan semakin kacaulah suasana,
karena semakin banyak pelanggaran-pelanggaran, hak, hukum dan nilai moral.
2. Kurang efektifnya pembinaan moral
yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun masyarakat
Pembinaan moral yang dilakukan oleh ketiga lembaga ini tidak berjalan
menurut semestinya atau yang sebiasanya. Pembinaan moral dirumah tangga
misalnya harus dilakukan dari sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan
dan umurnya. Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana
yang salah, dan belum tahu batas-batas dan ketentuan moral yang tidak berlaku
dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik untuk
manumbuhkan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral itu.
Pembinaan moral pada anak dirumah tangga bukan dengan cara menyuruh anak
menghapalkan rumusan tentang baik dan buruk, melainkan harus dibiasakan.
Zakiah Darajat mangatakan, moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat
dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak
keci. Moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya.
Seperti halnya rumah tangga, sekolahpun dapat mengambil peranan yang penting
dalam pembinaan moral anak didik. Hendaknya dapat diusahakan agar sekolah
menjadi lapangan baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak
didik. Di samping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan.
Dengan kata lain, supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak,
dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian
berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral yang demikian itu,
pendidikan agama diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang diterima di rumah
tidak akan berkembang, bahkan mungkin terhalang. Selanjutnya masyarakat juga
harus mengambil peranan dalam pembinaan moral. Masyarakat yang lebih rusak
moralnya perlu segera diperbaiki dan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan
orang-orang terdekat dengan kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar
pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak. Terjadinya kerusakan moral
dikalangan pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutkan diatas, karena tidak
efektifnnya keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan moral. Bahkan
ketiga lembaga tersebut satu dan lainnya saling bertolak belakang, tidak
seirama, dan tidak kondusif bagi pembinaan moral.
3. Budaya yang materialistis,
hedonistis dan sekularistis
Sekarang ini sering kita dengar dari radio atau bacaan dari surat kabar
tentang anak-anak sekolah menengah yang ditemukan oleh gurunya atau polisi
mengantongi obat-obat, gambar-gambar cabul, alat-alat kotrasepsi seperti kondom
dan benda-banda tajam. Semua alat-alat tersebut biasanya digunakan untuk
hal-hal yang dapat merusak moral. Namun gajala penyimpangan tersebut terjadi
karena pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa
nafsu dan tidak mengindahkan nilai-nilai agama. Timbulnya sikap tersebut tidak
bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis, hedonistis dan
sekularistis yang disalurkan melalui tulisan-tulisan, bacaan-bacaan,
lukisan-lukisan, siaran-siaran, pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya.
Penyaluran arus budaya yang demikian itu didukung oleh para penyandang modal
yang semata-mata mengeruk keuntungan material dan memanfaatkan kecenderungan
para remaja, tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan moral. Derasnya arus
budaya yang demikian diduga termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam
menghancurkan moral para remaja dan generasi muda umumnya.
4. Belum adanya kemauan yang
sungguh-sungguh dari pemerintah
Pemerintah yang diketahui memiliki kekuasaan (power), uang, teknologi,
sumber daya manusia dan sebagainya tampaknya belum menunjukan kemauan yang
sungguh-sunguh untuk melakukan pembinaan moral bangsa. Hal yang demikian semakin
diperparah lagi oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata
mengejar kedudukan, peluang, kekayaan dan sebagainya dengan cara-cara tidak
mendidik, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang hingga kini belum adanya
tanda-tanda untuk hilang. Mereka asik memperebutkan kekuasaan, mareri dan
sebagainya dengan cara-cara tidak terpuji itu, dengan tidak memperhitungkan
dampaknya bagi kerusakan moral bangsa. Bangsa jadi ikut-ikutan, tidak mau
mendengarkan lagi apa yang disarankan dan dianjurkan pemerintah, karena secara
moral mereka sudah kehiangan daya efektifitasnya. Sikap sebagian elit penguasa
yang demikian itu semakin memperparah moral bangsa, dan sudah waktunya
dihentikan. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki pemerintah
seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa dan
aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan.
5.
Ingin mengikuti trend
Mungkin pada awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat keren,
padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalau sudah mencoba merokok dia
juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.
6.
Himpitan ekonomi yang membuat para
remaja stress dan butuh tempat pelarian
7. Kurangnya pendidikan Agama dan
moral.
Berdasarkan faktor pendorong tersebut, berikut ini adalah beberapa fakta
mengenai penurunan etika dan moral pelajar yang didapat dari berbagai sumber di
masyarakat:
1. 15-20 persen dari remaja usia
sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah.
2. 15 juta remaja perempuan usia 15-19
tahun melahirkan setiap tahunnya
3. Hingga Juni 2009 telah tercatat 6332
kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8 persen dari
kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun.
4.
Diperkirakan terdapat sekitar
270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia, di mana lebih dari 60
persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen berusia 15 tahun atau
kurang.
5.Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta
kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang
dilakukan oleh remaja.
6. Berdasarkan data kepolisian, setiap
tahun penggunaan narkoba selalu naik. Korban paling banyak berasal dari
kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19% dari keseluruhan pengguna.
7.Jumlah kasus kriminal yang dilakukan
anak-anak dan remaja tercatat 1.150 sementara pada 2008 hanya 713 kasus. Ini
berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus kejahatan itu antara lain
pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan.
8.Sejak Januari hingga Oktober 2009,
Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja meningkat 35% dibandingkan tahun
sebelumnya, Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun.
BAB III
PENUTUP
Solusi
Terdapat beberapa solusi yang mungkin bisa diterapkan
dalam upaya perbaikan nilai moral pada remaja saat ini adalah sebagai berikut.
1.Berusaha menumbuhkembangkan sistem
nilai, moral, dan sikap kepada anak di dalam keluarga. Cara ini melalui proses
pendidikan, pengasuhan, pendampingan, perintah, larangan, hadiah, hukuman, dan
intervensi edukatif lainnya, para orang tua menanamkann nilai luhur, moral, dan
sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi
penerus yang diharapkan.
2.Peran orang tua sangat penting dalam
pembentukan karakter seseorang, terutama dalam mengenalkan pendidikan agama
sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat penting. Karena pada banyak
kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat menyebabkan dampak buruk pada sikap
anak.
3.Upaya pengembangan nilai dan moral
diharapkan dapat berkembang baik di sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan
diberlakukannya lagi pendidikan budi pekerti di sekolah. Penentuan kelulusan
siswa, tidak hanya didasarkan pada prestasi akademik belaka melainkan harus
dikaitkan pula dengan budi pekerti siswa tersebut.
Selain
solusi yang telah disebutkan di atas, ada beberapa solusi yang mungkin bisa
diterapkan dalam pribadi tiap remaja, yaitu sebagai berikut.
1. Untuk meghindari salah pergaulan,
kita harus pandai memilah dan memilih teman dekat. Karena pergaulan akan sangat
berpengaruh terhadap etika, moral, dan perilaku seseorang.
2.Memperluas wawasan dan pengetahuan
akan sangat berguna untuk menyaring pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya
kebiasaan merokok. Orang-orang menganggap bahwa merokok meningkatkan
kepercayaan diri dalam pergaulan. Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan,
merokok dapat menyebabkan banyak penyakit, baik pada perokok aktif maupun
pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya akan mempengaruhi dirinya sendiri,
melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.
3.
Memegang teguh dan menerapkan
nilai-nilai agama dengan meningkatkan iman dan takwa seperti bersyukur,
bersabar, dan beramal sholeh dalam kehidupan sehari-hari.
7 komentar:
tank's udah nge share makalah ini,,,,semoga bermanfaat,,,,,
ngeri ya baca datanya, na'udzubillah
NGAWUR!!!
Agama tidak berkorelasi dg moral dan moralitas yg terbentuk karena ajaran agama tidak bersifat universal.
Belajar lagi yg benar ya nak ... ☺☺☺
tolong dong sebutkan sumber atas fakta-fakta yang disebutkan diatas. Makasih
Untuk penulis, silahkan dibaca ya ....
http://www.livescience.com/47799-morality-religion-political-beliefs.html
http://www.vexen.co.uk/countries/best.html
http://www.forbes.com/sites/jvchamary/2015/11/05/religion-morality/2/#50f8dde2610c
Bagus sih tapi masalahnya sumbernya tidak di ketahui dari mana
thanks !!!!
Kepada akun Pancasila NKRI
Mengenai komentarnya pada 9 Mei 2016 jam 10.37
Untuk ilmu kita bersama, saya hendak menambahkan komentar anda mengenai agama tidak berhubungan dengan moralitas. Sebenarnya faktor agama ada di setiap sisi kehidupan. Juga dari agamalah pengetahuan mengenai kesopanan diperoleh.
Karena agama adalah faktor dan tujuan dasar kita mempelajari ilmu ilmu duniawi. Yaitu, agar kita mensyukuri dan mengakui kebesaran tuhan,(dalam agama saya Allah SWT) sehingga keimanan kita bertambah.
Mengenai kesopanan. Dengan kuatnya ilmu agama, maka kemungkinan kita terpeleset ke jalan sesat sangat kecil karena perbuatan kita akan dilindungi tuhan(Allah Swt). Amiin yaa rab.
Terimakasih. Mohon maaf jika menyinggung.
Semoga menambah ilmu.
Posting Komentar